Ongkos Pilkada Itu 150 Ribu Per Orang Lho


Kebanyakan dari kita mungkin kurang menyadari atau “ngeh” bahwa riuh ramainya nya pilkada di seluruh penjuru Indonesia termasuk yang sedang “panas” saat ini yaitu pilkada DKI Jakarta sebetulnya dibiayai sepenuhya oleh duit kita sendiri.

Indonesia ini katanya sudah mengikrarkan diri sebagai negara demokrasi, maka yang namanya Pemilu atau pemilihan umum, Pilpres atau pemilihan presiden, serta Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia merupakan satu “syarat” yang wajib dilaksanakan. Walaupun untuk itu pengorbanannya besar, tidak hanya materi (duit), bahkan kadang bisa sampai menimbulkan kerusuhan yang bisa merugikan, bahkan sampai memakan korban jiwa. Kalau kata dosen saya sih sebenernya sistem pemilihan pemimpin dalam hal ini kepala pemerintahan seperti presiden, gubernur, bupati atau walikota yang dilakukan secara langsung oleh rakyat ternyata di dunia ada hanya ada 2 yaitu pertama pada zaman Yunani Kuno dan kedua di negara kita tercinta ini. Hebat juga saya fikir negara kita ini.

Let’s kembali ke topik yang mau saya angkat. Kita akan maklum setiap kegiatan apalagi melibatkan orang banyak maka akan memerlukan sumber daya, salah satunya perlu biaya. Pun setiap penyelenggaraan event pesta demokrasi baik itu pemilu, pilpres atau pilkada maka selalu akan memerlukan biaya. Dari mana biaya itu? Tentunya dari negara yang notabene termasuk dari berbagai pajak yang kita bayarkan lho! (APBN).

Ngomong-ngomong tentang besarnya biaya penyelenggaraan pemilu, pilpres, atau pilkada hal itu juga akan sangat berhubungan dengan jumlah penduduk dan juga jumlah wilayah pemerintahan di Indonesia dari mulai Provinsi sampai Kabupaten/Kota. Untuk jumlah penduduk Indonesia menurut perkiraan BPS tahun 2015 sekitar 255.461.700 jiwa atau kita bulatkan 255 juta jiwa. Lalu seperti kita tahu jumlah provinsi di negara ini ada 34, sedangkan untuk jumlah kabupaten/kota seperti saya kutip dari wikipedia sampai saat ini ada 415 kabupaten dan 93 kota atau jika ditotal adalah 508 Kabupaten/Kota (Catatan: total sebetulnya adalah 514 namun kota dan kabupaten administratif di DKI Jakarta tidak dimasukan karena pemimpinnya tidak dipilih melalui pilkada).

Menurut info, biaya rata-rata untuk 1 kali pemilihan gubernur mencapai 500 milyar rupiah, sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota mencapai 25 milyar rupiah, itu kalau hanya satu putaran, jika sampai dua putaran maka biaya akan bertambah rata-rata 50% nya.

Mari kita “gotak-gatik” secara sederhana berapa sih sebenarnya besaran biaya yang dibutuhkan untuk pemilu, pilpres atau pilkada ini secara total. Saya coba perhitungan secara sederhana saja; jika pilkada provinsi dilakukan 1 putaran, maka 500 m kita kalikan 34 provinsi itu sama dengan uang 17 triliun rupiah. Sedangkan untuk pilkada kabupaten/kota 1 putaran maka 25 m dikalikan 508 kabupaten/kota = 12,7 triliun. Keduanya ditotal maka biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan pilkada di negeri ini akan mencapai 29,7 triliun atau hampir 30 triliun! Jika biaya ini ditambah dengan biaya pilpres yang sekitar 7,9 triliun (tahun 2014), maka total untuk seluruh pemilihan kepala pemerintahan di Indonesia saja sudah menghabiskan duit sekitar Rp. 38 triliun.

Jika biaya Rp. 38 triliun tadi kita bagi dengan 255 juta penduduk Indonesia, maka setiap orang di indonesia harus menanggung biaya pilkada dan pilpres sebesar 149.019 rupiah. Kalau dibulatkan, maka setiap kepala pemerintahan di Indonesia untuk terpilih perlu disumbang oleh rakyat sebesar 150 ribu rupiah/orang.

Belum lagi termasuk pemilu, berkaca ke biaya pemilu 2014 di mana untuk penyelenggaraannya mencapai 24,1 triliun. Jika biaya pemilu ini ditambahkan juga, maka total biaya “pesta demokrasi” di Indonesia ini kurang lebih 62,1 triliun. Lagi-lagi jika 62,1 triliun dibagi 255 juta, maka setiap penduduk Indonesia harus menanggung biaya “pesta demokrasi” ini sebesar 243.529 rupiah atau kita bulatkan Rp. 250.000.

Panasnya hawa pilkada DKI Jakarta saat ini mendorong saya untuk mencoba juga mengutak-atik secara sederhana berapa sih biaya yang dihabiskan. Biaya penyelenggaraan biaya Pilkada DKI Jakarta adalah sekitar 478 milyar rupiah, lalu berdasarkan situs jakarta.go.id jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2013 sebesar 12,998,816 jiwa. Maka untuk acara pilkada DKI Jakarta yang saat ini sedang “panas-panasnya” sampai 2 putaran, setiap penduduk di DKI Jakarta sebetulnya “saweran” sebesar 36.722 rupiah atau dibulatkan Rp. 37.000.

Berkaca dari itu bisa kita lihat betapa mahalnya sebuah ritual demokrasi dan itu dibiayai oleh duit rakyat termasuk duit anda, namun di sisi lain hasil dari itu semua ternyata tidak sebanding dengan dampak yang dirasakan oleh rakyat. Bisa kita tahu dari pemberitaan baik dari media cetak ataupun online sampai saat ini kepala daerah serta anggota DPR/DPRD hasil berbagai pemilihan tadi ternyata masih banyak yang bermasalah dan bahkan korup.

Semua hal di atas hanya melihat dari sisi cost atau katakanlah modalnya saja sebagai input. Tentunya tidak fair jika hanya melihat dari satu sisi saja, kita harus lihat juga dari sisi outputnya. Menurut Mendagri (Kemendagri) selama kurun dari 2010 sampai 2014 sebanyak 343 kepala daerah tersangkut kasus hukum (namun tidak dijelaskan secara rinci mana yang gubernur atau bupati/walikota). Asumsikan saja itu adalah jumlah bupati/walikota yang tersangkut kasus hukum, 343 berarti lebih dari 50% jumlah kabupaten/kota yang 508 tadi, atau tepatnya 67,5%. Lalu dari 343 orang itu 56 tersangkut adalah tesangkan atau terkait kasus korupsi (baca “ditangkap” KPK) atau jika diangkakan sebesar 11%.

Itu semua bukan angka yang kecil, melihat itu seharusnya kita merasa miris bahkan mungkin geram karena ternyata selama ini begitu besarnya biaya yang dikeluarkan hanya untuk menghasilkan orang-orang yang bermasalah. Ini belum lagi jika dihitung juga kasus hukum (terutama korupsi) yang melibatkan anggota DPR/DPRD, alamak rugi bandar nih!

Biaya tadi baru dihitung untuk 1 masa lima tahun, padahal pemilu, pilpres, dan pilkada sudah berlangsung dari tahun 1999, silahkan hitung sendiri berapa besar “duit” yang sudah dihabiskan untuk itu. Kalau difikir-fikir proses kayak gitu buang-buang duit aja, mending dibagiin ke rakyat aja langsung biar terasa manfaatnya. Saya tidak tahu ada di mana masalahnya, di sistem nya ataukah memang mental bangsa ini yang baru siap sampai tahap berdemo, belum sampai ke tahap berdemokrasi. Itu adalah kewajiban pemerintah dan seluruh rakyat negeri ini untuk membenahinya.

Comments